Minggu, 26 Desember 2010

Conflict of Interest Pada Akuntan

BAB I 
PENDAHULUAN

Pada hakekatnya akuntan adalah jembatan penghubung antara kepentingan pemilik perusahaan dengan manajemen perusahaan. Akuntan adalah pihak yang dipercaya dapat bersifat netral dan dapat dipercaya oleh kedua pihak.Karena para pengguna jasa akuntan khususnya perusahaan go public, antara pemilik dan manajemen perusahaan adalah dua pihak yang berbeda. Sehingga terdapat "confict of interest" antara kedua pihak tersebut. Yaitu pemilik mengira bahwa pihak manajemen tidak melakukan pembukuan sebagaimana mestinya, sedangkan manajemen ingin membuktikan kepada pemilik bahwa mereka sudah menjalankan perusahaan dengan sangat baik. Laporan keuangan adalah alat yan digunakan oleh manajemen untuk menunjukan kinerja mereka dalam mengelola perusahaan. Karena akuntan menjembatani hubungan antara dua pihak yang memiliki "confict of interest" tersebut maka akuntan sangat rawan juga dengan "conflict of interest" 

BAB II 
PEMBAHASAN

Jika merujuk pada kode etik akuntan, maka "conflict of interest" ini sudah dibahas pada salah satu prinsip, yaitu prinsip objektivitas. Berikut isi dari prinsip tersebut.
  • Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
  • Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
  • Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
    •  Adakalanya anggota dihadapkan kepada situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan-tekanan yang diberikan kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
    • Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. 
    • Ukuran kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak obyektivitas anggota.
    • Hubungan-hubungan yang memungkinkan prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus dihindari.
    • Anggota memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional mematuhi prinsip obyektivitas.
    • Anggota tidak boleh menerima atau menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
 Jadi menurut prinsip tersebut seorang akuntan harus dapat mempertahankan objektivitasnya dengan cara selalu bersikap adil, jujur, tidak memihak dan sebisa mungkin bebas dari semua bentuk conflict of interest. Kuncinya akuntan juga harus bisa mempertahankan independensinya. 

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Akuntan publik berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik.


Terdapat empat hal yang menggangu independensi akuntan publik, yaitu: 

  1. akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, 
  2. mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri, 
  3. berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan 
  4. bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. 
Jika akuntan sudah terganggu independensinya, maka sangat mungkin akuntan tersebut mengalami konflik kepentingan. ada beberapa contoh konflik kepentingan yang biasanya terjadi, yaitu :
  • Hubungan keuangan dengan klien, hal ini memang sulit untuk di deteksi. Akuntan tersebut yang harus jujur pada diri sendiri untuk bisa mendeteksinya. Misalnya seorang akuntan mengaudit perusahaan tempat ia meminjam uang.
  • Kedudukan dalam perusahaan, jadi akuntan tersebut merangkap juga sebagai pengurus perusahaan tersebut, biasanya akuntan menjadi komisarisnya.
  • Hubungan keluarga, karena ikatan kekeluargaan dapat mengakibatkan akuntan tersebut segan untuk mengungkap ketidaksesuaian yang ada dalam laporan keuangan.
  • Imbalan/Fee/Penerimaan barang & jasa dari klien yang tidak semestinya dapat membuat penilaian akuntan terhadap laporan keuangan yang diauditnya tidak semestinya.

    Untuk mengatasi hal tersebut telah dikeluarkan seperangkat alat pengaman, misalnya adalah peraturan Bapepam Nomor : Kep- 20 /PM/2002 tanggal 12 November 2002. Pada PERATURAN NOMOR VIII.A.2 : INDEPENDENSI AKUNTAN YANG MEMBERIKAN JASA AUDIT DI PASAR MODAL pada butir kelima ditulis
    Pembatasan Penugasan Audit
    a. Pemberian jasa audit umum atas laporan keuangan klien hanya dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik paling lama untuk 5 (lima) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang Akuntan paling lama untuk 3 (tiga) tahun buku berturut-turut.
    b. Kantor Akuntan Publik dan Akuntan dapat menerima penugasan audit kembali untuk klien tersebut setelah 3 (tiga) tahun buku secara berturut-turut tidak mengaudit klien tersebut.
    c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b di atas tidak berlaku bagi laporan keuangan interim yang diaudit untuk kepentingan Penawaran Umum.
    BAB III 
    PENUTUP

    Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan akuntan sangat rawan dengan "confict of interest". Hal ini dikarenakan akuntan bertugas sebagai pihak yang dapat dipercaya oleh pihak manajemen dan pihak pemilik perusahaan untuk menilai laporan keuangan yang dihasilkan manajemen sudah sesuai atau tidak. Sehingga perlu diatur dalam kode etik akuntan bagian objektivitas. Prinsip objektivitas mengatur bagaimana akuntan harus objektiv dan independen dalam melaksanakan tugasnya.
    Kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kompetensi berkaitan dengan pendidikan dan pengalaman memadai yang dimiliki akuntan publik dalam bidang auditing dan akuntansi. Sedangkan independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, tidak memihak kepentingan siapapun serta jujur kepada semua pihak yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik
    Oleh karena itu Bapepam telah mengeluarkan peraturan Nomor : Kep- 20 /PM/2002 yang bertujuan untuk mencegah "conflict of interest" akuntan dengan pihak yang akan diaudit.
    Oleh : David Nathanael S
    NPM 20207257


    DAFTAR PUSTAKA




    Tidak ada komentar:

    Posting Komentar